Sepakbola

Sebaik – baik Perpisahan Adalah Hariono

Akhirnya jika ada sesuatu yang bisa membuat saya kembali menulis, maka itulah adalah Hariono. Ya dia adalah Hariono, yang menggugah saya untuk sedikit bercerita kembali tentang sebuah fragmen kehidupan yang rasanya sulit untuk di abaikan begitu saja.

Waktu silih berganti detik menjadi menit, menit berubah menjadi jam dan jam digantikan hari demi hari, hingga akhirnya tahun perpisahan untuk Hariono datang juga. Minggu 22 Desember 2019 melawan PSM Makasar, adalah pertandingan terakhir nya bersama Persib Bandung.

Hampir 11 tahun, pria asal Jawa Timur ini menjadi sosok yang tak tergantikan di lini tengah sang Maung Bandung. Si Gondrong begitu ia dijuluki, beranjak dari bangku cadangan dan berjalan gontai memasuki lapangan pertandingan.

Hujan mulai turun di Si Jalak Harupat, seolah turut menangisi kepergian pemain yang identik dengan permainan keras, ngotot dan berani ini. Hariono menjejakan kakinya seolah masih bingung dengan apa yang terjadi untuknya hari ini, Supardi menyambut nya di pinggir lapangan dan memberikan ban kapten melingkar terakhir kali di tangan nya.

Menit ke 54 Rene Alberts menukar Ghozali Siregar dengan Hariono. Ia paham, tak banyak waktu yang diberikan untuknya di musim ini. Sisa waktunya di sore kelabu tersebut hanya sekitar 30 menitan, lelaki asal Klagen tersebut masih berharap dengan permainan terbaik yang ia tunjukan mungkin Rene Alberts akan berpikir ulang untuk menendang nya keluar. Beberapa hari yang lalu pelatihnya tersebut memang mengisyaratkan, jika ia tidak masuk skema nya musim depan.

Semesta seakan mengamini, 13 menit dari ia masuk Febri Haryadi di jatuhkan di dalam kotak penalti. Momen 3 tahun lalu seakan terulang, kala itu dalam sebuah pertandingan melawan Perseru Serui seisi stadion mengelukan2 namanya untuk mengambil tendangan penalti. Ia paham membuat gol bukanlah tugas utamanya, meskipun menjadi pemain yang paling lama membela Maung Bandung, nyatanya Hariono sama sekali belum pernah membuat gol.

Akhirnya ia memang berhasil mengambil tendangan penalti tersebut, namun nyaris  seperti 3 tahun lalu dia hanya berdiam diri mematung. Tampak raut kegetiran di air mukanya, ketika satu persatu rekan2nya mengerubungi nya. Hari itu, seakan seluruh semesta mendukung mengantar kepergian Hariono.

Setelah mencetak gol, pada menit ke 70 entah dirasuki apa dia berhasil melakukan intersep di tengah lapangan dan dengan cepat melepaskan umpan terobosan yang membelah lini pertahanan PSM Makasar. Umpan yang jauh dari trademark seorang Hariono selama ini, sebuah visi dan pembacaan permainan layaknya playmaker kelas wahid.

Pertandingan akhirnya usai sudah, membuat 1 gol dan 1 assist dalam rentang waktu 30 menitan tentu sebuah pencapaian yang lebih dari cukup. Sekaligus menasbihkan bahwa perpisahan sore itu adalah sebaik2 nya perpisahan. Yang terpenting itu membuktikan juga bahwa sebenarnya ia belum habis dan masih bisa di andalkan. Namun tampaknya itu tidak mengubah keputusan Rene Alberts, lelaki Belanda itu memang terkenal keras kepala dan tak bisa didikte segala keputusan nya.

Tampaknya kini ia telah benar2 yakin, bahwa waktunya memang telah habis dan tidak ada satu tempat lagi untuknya. Namun, masih ada kekecawaan yang ia pendam. Bagaimana tidak, mimpinya untuk pensiun di klub yang begitu di cintainya itu kini harus pupus sudah. Hariono kemudian berjalan ke tengah lapangan sembari memegang mic, bibirnya gemetar menahan keharuan dan tangis yang mungkin akan pecah seketika.

hariono_(2)
Credit : ayobandung.com/Kavin Faza

Di depan puluhan ribu bobotoh, ia begitu kesulitan menata kalimat perpisahan nya. Sekali2 ia terdiam tak sanggup meneruskan perkataannya. Ia pamit untuk mundur, mundur dulu dari Persib karena pelatih tidak menginginkan keberadaan nya. Jersey raksasa no 24 di bentangkan untuknya, sekaligus mengubur no itu dalam2 agar kelak dipakai tuan nya kembali saat ia pulang. Ya mungkin saja suatu saat ia akan pulang kembali untuk bermain barang semusim dan pensiun di Persib layaknya Eka Ramdani.

Segala yang hidup memang harus padam, demi sesuatu yang baru yang tak pernah terduga. Paling tidak sesuai ucapan perpisahan nya, biarkan ia mengalah untuk sesuatu hal baru yang mungkin akan tumbuh. Persib tidak hanya berhenti di nama Hariono semata, karena Persib lebih besar dari itu. Biar Hariono2 lain akan tumbuh untuk Persib, sebuah nama yang mengajarkan arti loyalitas yang semakin pudar dewasa ini.

 “Apalah Arti Sebuah Nama Di Punggung Dibandingkan Lambang Di Dada”     

(Hariono 2008 – 2019)

 

Silahkan Komen Di Sini